Total Tayangan Halaman

Kamis, 21 Mei 2020

Aku Kehilangan, Tetapi Aku Bersukacita KarenaNya II 2 Raja-raja 2:12 II Renungan Harian II Jumat, 22 Mei 2020.


Renungan Harian
(Almanak HKBP)
Jumat, 22 Mei 2020

Ketika Elisa melihat itu, maka berteriaklah ia: "Bapaku, bapaku! Kereta Israel dan orang-orangnya yang berkuda!" Kemudian tidak dilihatnya lagi, lalu direnggutkannya pakaiannya dan dikoyakkannya menjadi dua koyakan.
(2 Raja-raja 2:12)

BERKAT YANG TERSAMAR
Sering kali pada saat kejadian yang tidak menyenangkan menimpa, kita bertanya-tanya mengapa TUHAN membiarkan hal itu terjadi? Terlebih bila selama ini kita merasa telah menjadi anak Allah yang baik. Mengapa hal-hal buruk masih terjadi pada kita? Ada peristiwa-peristiwa dalam hidup kita yang sulit dimengerti pada saat kita mengalaminya. Kita hanya dapat berpasrah padaNYA, percaya bahwa DIA tidak akan memberikan yang buruk kepada kita (bdk Yer 29:11).

Ilustrasi kotbah di bawah ini mungkin dapat membantu kita memahami bahwa sebenarnya di balik "kemalangan" itu ada berkat yang tersamar, yang belum kita sadari pada saat itu.
Ada sebuah kisah tentang seorang raja yang mempunyai seorang teman baik. Temannya ini punya kebiasaan berkomentar, "Ini bagus!" atas semua situasi dalam hidupnya, positif maupun negatif.

Suatu hari Sang Raja dan temannya pergi berburu. Temannya mempersiapkan dan mengisikan peluru untuk senapan Sang Raja. Kelihatannya Sang Teman melakukan kesalahan dalam mempersiapkan senjata tersebut, karena setelah raja menerima senapan itu dari temannya, senapan itu meletus dan mengenai jempolnya.

Seperti biasa Sang Teman berkomentar, " Ini bagus!", yang oleh raja dijawab, "Tidak, ini tidak bagus!" dan raja tersebut menjebloskan temannya ke penjara.

Kurang lebih setahun kemudian, Sang Raja pergi berburu ke daerah yang berbahaya. Ia ditangkap oleh sekelompok orang kanibal, kemudian dibawa ke desa mereka. Mereka mengikat tangannya dan menumpuk kayu bakar, bersiap untuk membakarnya. Ketika mereka mendekat untuk menyalakan kayu tersebut, mereka melihat bahwa Sang Raja tidak mempunyai jempol. Karena percaya pada tahayul, mereka tidak pernah makan orang yang tidak utuh. Jadi mereka membebaskan raja itu.

Dalam perjalanan pulang, raja tersebut ingat akan kejadian yang menyebabkan dia kehilangan jempolnya dan merasa menyesal atas perlakuannya terhadap teman baiknya. Raja langsung pergi ke penjara untuk berbicara dengan temannya. "Kamu benar, " katanya, "baguslah bahwa aku kehilangan jempolku." Dan ia menceritakan kejadian yang baru dialaminya kepada temannya itu. "Saya menyesal telah menjebloskan kamu ke penjara begitu lama. Saya telah berlaku jahat kepadamu."

"Tidak," kata temannya,"Ini bagus!". "Apa maksudmu, ‘Ini bagus!’? Bagaimana bisa bagus, aku telah mengirim kamu ke penjara selama satu tahun." Temannya itu menjawab, "Kalau kamu tidak memenjarakan aku, aku tadi pasti bersamamu."

Siapa yang tidak merasa marah, kesal, sakit hati, sedih atau bahkan menangis saat berpisah atau kehilangan seseorang atau sesuatu yang dicintainya? Demikian nabi Elisa harus mengalami hal itu ketika nabi Elia meninggalkannya naik ke Sorga dengan kereta api. Mentor, guru, pembimbingnya yans saban hari bersamanya tiba-tiba meninggalkannya, hingga membuat Elisa bersedih luarbiasa. Nabi Elisa memang wajar bersedih, terlebih dia meras belum siap untuk menggantikan posisi tugas bani Elisa panutan dan gurunya itu. Tetapi seandainya nabi Elisa memahami sedari awal maksud kepergian nabi Elia adalah rencana Tuhan, bukankah itu kebaikan bagi Elia, sebagai bukti Allah menyayangi, menyertai dan peduli terhadap nabiNya?

Kepergian orang yang kita kasihi memang sangatlah menyesakkan, bukan hanya berduka sedih, tetapi sering menjurus kesal dan marah, tetapi sulit untuk marah kepada siapa. Tetapi bukankah kita selayaknya memahami bahwa kepergian mereka tidak perlu ditangisi terlalu lama, sebab kepergian mereka adalah rencana Tuhan untuk kebaikannya? Sebagai orang yang mengasihi mereka yang telah pergi, bukankah merelakan dan mengiklaskan dia pergi bertemu Tuhan juga adalah bagian dari cinta kasih kita kepadanya? Tentu dibalik kehilangan seseorang atau sesuatu akan ada banyak hal kebaikan yang kita bisa terima, asal kita melihatnya dengan jernih tanpa terus meratap dan mengutuki kehilangan.

Saudara, bukankah kita saat ini memiliki banyak kehilangan? Ada yang kehilangan pekerjaan, kehilangan kesempatan bertemu: Orangtua, anak, cucu, berlibur, kehilangan kesempatan: Pulang kampung, menjalankan resolusi awal tahun yang sudah rapi kita rencanakan dan matangkan untuk kita eksekusi di tahun awal tahu 2020, kehilangan tabungan yang sudah kita rencanakan untuk masa depan anak, keluarga, kesehatan atau untuk membeli barang yang kita inginkan kelak (mungkin juga liburan ke Hawai), kehilangan kesempatan berkumpul dan bersekutu: di Rumah Tuhan, kebaktian sektor-sektor, arisan-arisan, dan lainnya, kehilangan kesempatan untuk: Menerima pekerjaan baru (tempat pelayanan yang baru), jabatan baru, pangkat baru, bonus baru, dan segala hal yang baru di dalam karir kita yang selayaknya tahun ini di terima, dan banyak hal lain yang karena Pandemi ini harus tertunda, di dalam ketidakpastian atau bahkan hilang sama sekali.

Tetapi bukankah dibalik kehilangan yang kita terima, karena Pandemi ini menciptakan, melahirkan atau bahkan memaksakan kebiasaan baru yang akhirnya kita nikmati? Kebiasaan baru atau ‘The New Normal’ sejatinya adalah bagian dari sebuah hal yang akan mengajarkan kita banyak hal yang mungkin selama ini terlewatkan dari rutinitas kita dan pasti punya banyak hal yang menguntungkan kita, asalkan kita melihatnya dengan jernih dan positif. Maka marilah mempercayakan segala kehilangan yang telah kita terima kepada Tuhan, dengan mengimani, bahwa pasti ada banyak hal baik yang selayaknya akan kita terima setelah kita menerima kehilangan-kehilangan kita. Satu yang pasti, dibalik kesedihan nabi Elisa karena kehilangan orang yang dikasihinya Tuhan tetap ada dan menyertai dia bahkan menunjukkan penyertaannNya lewat kebiasaan baru yang memang tidak bisa persis sama dengan Elia tetapi Elisa merasakan bahwa  Elia bisa hadir lewat ilmu yang telah ia terima sebelumnya, meskipun tidak akan pernah sama persis tetapi tidak lebih buruk, demikian dengan kita yang mau tidak mau, setuju atau tidak harus menjalani kebiasaan baru ini, sebab dibalik kehilangan tidak ada untungnya untuk terus meratap, sebab kehidupan harus terus berjalan.

Mari melihat hal baik dan positif dari banyak hal yang hilang dari hidup kita, sembari menyerahkannya ke tangan Tuhan, agar Tuhan menyertai dan menguatkan kita menjalani kehidupan normal yang baru dengan penuh sukacita dan ucapan syukur: Tentu agar duka kehilangan akan digantikanNya dengan sukacita kehilangan: Inilah yang nanti kita sebut sebagai Berkat Yang Tersamar!.

Tetap semangat walau kehilanganmu mungkin lebih banyakd ari saudaramu yang lain,
Berserah kepada Tuhan,
Tuhan mendengar doa,
Salam Sehat..
Horas dan Tuhan memberkati anda seluruhnya.
Tabe.

1 komentar: