Renungan Harian
(Almanak
HKBP)
Jumat, 22 Mei 2020
Ketika Elisa melihat itu, maka berteriaklah ia: "Bapaku, bapaku!
Kereta Israel dan orang-orangnya yang berkuda!" Kemudian tidak dilihatnya
lagi, lalu direnggutkannya pakaiannya dan dikoyakkannya menjadi dua koyakan.
(2 Raja-raja 2:12)
BERKAT YANG
TERSAMAR
Sering kali
pada saat kejadian yang tidak menyenangkan menimpa, kita bertanya-tanya mengapa
TUHAN membiarkan hal itu terjadi? Terlebih bila selama ini kita merasa telah
menjadi anak Allah yang baik. Mengapa hal-hal buruk masih terjadi pada kita?
Ada peristiwa-peristiwa dalam hidup kita yang sulit dimengerti pada saat kita
mengalaminya. Kita hanya dapat berpasrah padaNYA, percaya bahwa DIA tidak akan
memberikan yang buruk kepada kita (bdk Yer 29:11).
Ilustrasi
kotbah di bawah ini mungkin dapat membantu kita memahami bahwa sebenarnya di
balik "kemalangan" itu ada berkat yang tersamar, yang belum kita
sadari pada saat itu.
Ada sebuah
kisah tentang seorang raja yang mempunyai seorang teman baik. Temannya ini
punya kebiasaan berkomentar, "Ini bagus!" atas semua situasi dalam
hidupnya, positif maupun negatif.
Suatu hari
Sang Raja dan temannya pergi berburu. Temannya mempersiapkan dan mengisikan
peluru untuk senapan Sang Raja. Kelihatannya Sang Teman melakukan kesalahan
dalam mempersiapkan senjata tersebut, karena setelah raja menerima senapan itu
dari temannya, senapan itu meletus dan mengenai jempolnya.
Seperti
biasa Sang Teman berkomentar, " Ini bagus!", yang oleh raja dijawab,
"Tidak, ini tidak bagus!" dan raja tersebut menjebloskan temannya ke
penjara.
Kurang lebih
setahun kemudian, Sang Raja pergi berburu ke daerah yang berbahaya. Ia
ditangkap oleh sekelompok orang kanibal, kemudian dibawa ke desa mereka. Mereka
mengikat tangannya dan menumpuk kayu bakar, bersiap untuk membakarnya. Ketika
mereka mendekat untuk menyalakan kayu tersebut, mereka melihat bahwa Sang Raja
tidak mempunyai jempol. Karena percaya pada tahayul, mereka tidak pernah makan
orang yang tidak utuh. Jadi mereka membebaskan raja itu.
Dalam
perjalanan pulang, raja tersebut ingat akan kejadian yang menyebabkan dia
kehilangan jempolnya dan merasa menyesal atas perlakuannya terhadap teman
baiknya. Raja langsung pergi ke penjara untuk berbicara dengan temannya.
"Kamu benar, " katanya, "baguslah bahwa aku kehilangan jempolku."
Dan ia menceritakan kejadian yang baru dialaminya kepada temannya itu.
"Saya menyesal telah menjebloskan kamu ke penjara begitu lama. Saya telah
berlaku jahat kepadamu."
"Tidak,"
kata temannya,"Ini bagus!". "Apa maksudmu, ‘Ini bagus!’?
Bagaimana bisa bagus, aku telah mengirim kamu ke penjara selama satu
tahun." Temannya itu menjawab, "Kalau kamu tidak memenjarakan aku,
aku tadi pasti bersamamu."
Siapa yang tidak merasa marah,
kesal, sakit hati, sedih atau bahkan menangis saat berpisah atau kehilangan
seseorang atau sesuatu yang dicintainya? Demikian nabi Elisa harus mengalami
hal itu ketika nabi Elia meninggalkannya naik ke Sorga dengan kereta api. Mentor,
guru, pembimbingnya yans saban hari bersamanya tiba-tiba meninggalkannya,
hingga membuat Elisa bersedih luarbiasa. Nabi Elisa memang wajar bersedih,
terlebih dia meras belum siap untuk menggantikan posisi tugas bani Elisa
panutan dan gurunya itu. Tetapi seandainya nabi Elisa memahami sedari awal
maksud kepergian nabi Elia adalah rencana Tuhan, bukankah itu kebaikan bagi
Elia, sebagai bukti Allah menyayangi, menyertai dan peduli terhadap nabiNya?
Kepergian orang yang kita kasihi
memang sangatlah menyesakkan, bukan hanya berduka sedih, tetapi sering menjurus
kesal dan marah, tetapi sulit untuk marah kepada siapa. Tetapi bukankah kita
selayaknya memahami bahwa kepergian mereka tidak perlu ditangisi terlalu lama,
sebab kepergian mereka adalah rencana Tuhan untuk kebaikannya? Sebagai orang
yang mengasihi mereka yang telah pergi, bukankah merelakan dan mengiklaskan dia
pergi bertemu Tuhan juga adalah bagian dari cinta kasih kita kepadanya? Tentu
dibalik kehilangan seseorang atau sesuatu akan ada banyak hal kebaikan yang
kita bisa terima, asal kita melihatnya dengan jernih tanpa terus meratap dan
mengutuki kehilangan.
Saudara, bukankah kita saat ini
memiliki banyak kehilangan? Ada yang kehilangan pekerjaan, kehilangan
kesempatan bertemu: Orangtua, anak, cucu, berlibur, kehilangan kesempatan: Pulang
kampung, menjalankan resolusi awal
tahun yang sudah rapi kita rencanakan dan matangkan untuk kita eksekusi di
tahun awal tahu 2020, kehilangan tabungan yang sudah kita rencanakan untuk masa
depan anak, keluarga, kesehatan atau untuk membeli barang yang kita inginkan
kelak (mungkin juga liburan ke Hawai), kehilangan kesempatan berkumpul dan
bersekutu: di Rumah Tuhan, kebaktian sektor-sektor, arisan-arisan, dan lainnya,
kehilangan kesempatan untuk: Menerima pekerjaan baru (tempat pelayanan yang baru), jabatan baru, pangkat baru, bonus
baru, dan segala hal yang baru di dalam karir kita yang selayaknya tahun ini di
terima, dan banyak hal lain yang karena Pandemi ini harus tertunda, di dalam
ketidakpastian atau bahkan hilang sama sekali.
Tetapi bukankah dibalik kehilangan
yang kita terima, karena Pandemi ini menciptakan, melahirkan atau bahkan
memaksakan kebiasaan baru yang akhirnya kita nikmati? Kebiasaan baru atau ‘The
New Normal’ sejatinya adalah bagian dari sebuah hal yang akan mengajarkan kita
banyak hal yang mungkin selama ini terlewatkan dari rutinitas kita dan pasti
punya banyak hal yang menguntungkan kita, asalkan kita melihatnya dengan jernih
dan positif. Maka marilah mempercayakan segala kehilangan yang telah kita
terima kepada Tuhan, dengan mengimani, bahwa pasti ada banyak hal baik yang
selayaknya akan kita terima setelah kita menerima kehilangan-kehilangan kita. Satu
yang pasti, dibalik kesedihan nabi Elisa karena kehilangan orang yang
dikasihinya Tuhan tetap ada dan menyertai dia bahkan menunjukkan penyertaannNya
lewat kebiasaan baru yang memang tidak bisa persis sama dengan Elia tetapi Elisa
merasakan bahwa Elia bisa hadir lewat
ilmu yang telah ia terima sebelumnya, meskipun tidak akan pernah sama persis
tetapi tidak lebih buruk, demikian dengan kita yang mau tidak mau, setuju atau
tidak harus menjalani kebiasaan baru ini, sebab dibalik kehilangan tidak ada
untungnya untuk terus meratap, sebab kehidupan harus terus berjalan.
Mari melihat hal baik dan positif
dari banyak hal yang hilang dari hidup kita, sembari menyerahkannya ke tangan
Tuhan, agar Tuhan menyertai dan menguatkan kita menjalani kehidupan normal yang
baru dengan penuh sukacita dan ucapan syukur: Tentu agar duka kehilangan akan
digantikanNya dengan sukacita kehilangan: Inilah yang nanti kita sebut sebagai
Berkat Yang Tersamar!.
Tetap semangat walau kehilanganmu
mungkin lebih banyakd ari saudaramu yang lain,
Berserah kepada Tuhan,
Tuhan mendengar doa,
Salam Sehat..
Horas dan Tuhan memberkati anda
seluruhnya.
Tabe.
😇😇😇
BalasHapus