Renungan
Harian
(Almanak
HKBP)
Kamis,
14 Mei 2020
“…dan mengenakan manusia
baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan
kekudusan yang sesungguhnya.”
(Efesus
4:24)
Hidup Itu Seperti Selembar Foto
Pada zaman
dahulu di Papua Nugini, orang-orang tidak mengenal apa itu foto. Jika anda
memperlihatkan selembar foto kepada mereka, meskipun mungkin itu adalah foto
mereka sendiri, mereka tidak bisa melihatnya. Mereka tidak tahu bagaimana
memandang selembar foto, karena selembar foto itu begitu berbeda dengan
kenyataan. Foto yang memiliki dua dimensi, sedangkan segala sesuatu yang kita
lihat memiliki tiga dimensi. Foto tidak memiliki bentuk atau ukuran. Orang-orang
zaman itu tidak memiliki pengalaman untuk memahami sesuatu yang berbentuk dua
dimensi. Ketika mereka diperlihatkan sebuah foto, mereka akan mengira itu
adalah suatu tipuan: Itu hanya selembar kertas bukan kenyataan.
Dalam arti
tertentu, kita bisa berkata bahwa kehidupan kita di Bumi dan kehidupan kita di
Surga memiliki perbedaan yang sama. Kehidupan di Bumi layaknya selembar foto,
ia memiliki kekurangan dimensi. Di Bumi kita tidak bisa berbicara dengan
selembar foto dari teman baik kita sendiri, kita tidak bisa duduk dan makan
dengan foto, kita tidak bisa bekerja bersamanya. Hanya bila kita mendapatkan
kenyataan yang digambarkan oleh foto itu, maka kita bisa melakukan semua itu.
Tidak jauh
berbeda dari itu, semua kebaikan di Bumi adalah foto-foto dua dimensi dari
kenyataan dari Surga, yang tentu lebih baik dari foto-foto itu, yang merupakan
gambaran dari orang atau tempat atau hal yang sebenarnya. (Frank Michalic)
Manusia yang
hidupnya sudah, “… menanggalkan manusia lama, yang menemui
kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan (Ef. 4:22b), tentu sikap
hidupnya sudah “… dibaharui di dalam roh
dan pikiranmu, (Ef. 4:23b)”, untuk selanjutnya akan menjalani kehidupannya
di Bumi ini dengan “... mengenakan
manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran
dan kekudusan yang sesungguhnya” (Ef. 4:24).
Manusia yang telah dibaharui itu, yang
telah hidup di dalam kebenaran dan di dalam kekudusan bukan berarti mereka
telah hidup di Sorga. Tetapi mereka hidup di Bumi dengan menunjukkan perilaku
Sorga dalam setiap aspek kehidupan mereka.
Kita bisa hidup dan beraktifitas di
Bumi, mencari makan dan menghidupi keluarga kita di Bumi, berinteraksi dan
melakukan terhubung dengan rekan kita di Bumi, tetapi segala sesuatunya kita
lakukan dengan menunjukkan esensi sikap
dan perilaku Sorga, sebab kita adalah warga kerajaan Sorga walaupun masih
berada di Bumi, karena kita adalah orang-orang yang telah di kuduskan oleh
darah anak Domba yang tercurah di Kayu Salib itu.
Sebab oleh kekudusan inilah kita
melayakkan tubuh kita ini adalah sebagai bait kudus yang di dalamnya berdiam
Roh Kudus yang kita peroleh dari Allah (1 Korintus 6:19 “ATau tidak tahukah
kamu bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus
yang kamu peroleh dari Allah dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?”), dan sebagai persembahan hidup dan
yang kudus bagi Tuhan (“Roma 12:1 “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku
menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang
hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang
sejati”.).
Mari hidup dan bertindak di Bumi yang sementara ini dan yang
akan selalu dipenuhi banyak persoalan ini, dengan melakukan segala sesuatunya layaknya
sebagai warga kerajaan Sorga.
Selamat Pagi…
Salam Sehat..
Tuhan Mendengar setiap doa kita…
Horas.
B.E No. 114 : 3 “PAROHON
HARAJAONMI” BL. 212
3 Ho Tondi Parbadia i Sai tatap hami on
Lopokkon
haholongonMi tu rohanami on
Pasada
rohanami be Patiur tondinami pe
Lao
mangihuthon dasdasMi Mangkasiholi sondang ni
Parholong i
Pardenggan basa I.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar