“Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih
penting dari pada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan
Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan
sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, bahwa Bapa yang
mengutus Aku”.
(Yohanes 5:36)
Pengorbanan
Bapa
Seperti
biasanya setelah beberapa nyanyian pujian pada Kebaktian Minggu petang, Pendeta
gereja itu per-lahan-lahan berdiri dan berjalan menuju mimbar. Namun kali ini
sebelum ia memulai kotbahnya, secara singkat ia memperkenalkan seorang Pendeta
tamu yang hadir pada Kebaktian petang itu.
Dalam
ucapan perkenalan itu si Pendeta menyebutkan bahwa Pendeta tamu tersebut adalah
teman karibnya sewaktu ia masih kanak-kanan dan ia meminta kepadanya untuk
memperkenalkan dirinya kepada. Jemaat dan berbagi sedikit pengalaman yang
mungkin bermanfaat untuk disampaikan dalam Kebaktian petang itu. Kemudian
Pendeta tua itu mengayunkan langkahnya menuju keatas mimbar dan mulai
berbicara.
"Seorang
ayah dan anaknya serta seorang teman dari anaknya itu pergi berlayar di Pantai
Lautan Pasifik, ketika angin topan dahsyat menghalangi usaha mereka untuk
kembali ketepi pantai," demikian ia memulai ceritanya. "Gelombang
ombak sedemikian besar dan kerasnya membuat sang ayah yang walaupun adalah
seorang pelaut yang handal, tidak dapat menguasai kapal layarnya lagi dan kapal
itupun terbalik menenggelamkan mereka bertiga ke dalam air."
Pendeta
tua itu berhenti sejenak dan beradu pandangan dengan 2 orang anak remaja duduk
didepan mimbar yang sejak mulai Kebaktian kelihatannya sangat tertarik dengan
ceritanya.
Pendeta
tua itu mulai meneruskan ceritanya, "Dengan memegang pelampung penyelamat
bertali, sang ayah harus membuat keputusan yang paling krusial dalam hidupnya:
kepada siapa ujung tali pelampung itu harus di lemparkan. Ia hanya mempunyai
beberapa detik untuk memutuskan. Sang ayah tahu bahwa anaknya adalah seorang
Kristen sedangkan teman anaknya itu bukan."
Gelombang
yang ganas tidak dapat lama menunggu keputusan sang ayah sehingga ia segera
melemparkan ujung tali pelampung itu kepada teman anaknya sambil berteriak,
'Anakku, aku mencintaimu, nak!' Pada saat sang ayah menarik teman anaknya itu
kembali ke kapal yang terbalik itu, anaknya sendiri sudah menghilang ditelan
oleh ganasnya gelombang dimalam yang kelam itu. Dan tubuhnya tidak pernah
diketemukan lagi.
Kedua
anak remaja yang duduk didepan mimbar tersebut dengan cemas tidak sabar lagi
menunggu lanjutan cerita yang keluar dari mulut Pendeta tua itu.
Pendeta
tua melanjutkan, sang ayah tahu bahwa anaknya berangkat menuju ketempat kekal
bersama dengan Yesus dan ia tidak dapat membayangkan apa jadinya kalau teman
anaknya itu yang harus berangkat tidak bersama dengan Yesus. Itulah sebabnya ia
mengorbankan anaknya sendiri untuk menolong teman anaknya itu."
"Betapa
besarnya kasih Allah sehingga Ia harus melakukan hal yang sama untuk kita.
Allah Bapa Surgawi sudah mengorbankan Anak TunggalNya supaya kita bisa
diselamatkan. Saya mohon supaya kalian semua bersedia menerima tawaranNya untuk
menolong anda dan memegang erat ujung tali pelampung penyelamat yang Dia
lemparkan kepada anda dalam kebaktian ini."
Keheningan
memenuhi ruangan gereja begitu Pendeta tua tersebut kembali ke tempat dan duduk
di kursinya. Setelah kebaktian selesai, kedua anak remaja yang duduk di depan
mimbar tadi ndatang menemui Pendeta tua. Salah seorang darinya dengan sopan
berkata, "Itu tadi adalah suatu cerita yang sangat bagus tapi saya rasa
tidak realistis, karena sangat tidak masuk akal bagi seorang ayah yang rela
mengorbankan anaknya sendiri dengan harapan bahwa teman anaknya itu akan
menjadi Kristen."
"Yah,
mungkin kamu benar dari sudut pandangmu," jawab Pendeta tua itu sambil
melirik ke Alkitabnya yang sudah lusuh. Kemudian dengan senyuman yang melebar
di wajahnya ia memandang kedua anak remaja itu dan berkata," Nampaknya
tidak realistis, bukan? Tetapi saya berdiri di sini hari ini untuk mengatakan
kepada kalian bahwa dari pengalaman cerita saya tadi, saya benar-benar tahu
bagaimana perasaan dari Allah Bapa yang sudah mengorbankan AnakNya bagi saya.
Ketahuilah bahwa... sebenarnya saya ini adalah ayah dari anak dalam cerita saya
tadi dan Pendeta kalian disini adalah teman anak saya itu." (PaLas)
Bukan
hanya Yohanes, bahkan banyak pemberita Firman Tuhan saat ini hebat dalam setiap
pelayanan mereka. Tetapi satu hal yang perlu diketahui, bahwa tidak ada yang
berhak berkata bahwa mereka sama dengan Yesus atau bahkan secara gamblang mengatakan
mereka sudah berjumpa dengan Yesus dan diberi kuasa melakukan apa yang Yesus (persis)
lakukan. Jika Yohanes bersaksi tentang keselamatan akan dikerjakan Allah akan dunia ini, Yesus
sendiri datang dan menunjukkan bagaimana keselamatan itu dikerjakan melalui diriNYa.
Saya
teringat bagaimana para dokter, perawat dan petugas kebersihan kamar pasien
Rumah Sakit Covid 19 yang menjadi garda terdepan harus dihadapkan kepada dua
pilihan: Menyelamatkan nyawa pasien Covid 19 dengan siap meninggalkan keluarga
pada waktu yang belum bisa dipastikan dan mengambil resiko atas nyawa mereka
yang bisa saja akan membuat mereka berpisah untuk selamanya dari keluarga
tercinta, atau menyerah dan pulang ke rumah bersama dengan keluarga tercinta
untuk menghindari resiko.
Nyatanya
banyak yang mengambil resiko bahkan kehilangan nyawa mereka dan meninggalkan
duka bagi keluarga tercinta, demi pasien Covid 19 yang belum mereka kenal. Saya
tidak sedang berkata mereka sama seperti Yesus, tetapi perilaku itu ada pada
mereka. Tuhan menguatkan setiap mereka yang di garda depan dan juga keluarga
yang ditinggalkan dirumah, Tuhan memberkati dan member kesehatan. Untuk mereka
yang telah kehilangan nyawa mereka, Tenanglah bersama Allah
Bapa Sorga, dikuatkan setiap keluarga yang berduka atas kepergian keluarga yang
telah menjadi pahlawan kesehatan.
Mari
rindukan Yesus dan cintai pengorbanannya,
Jadilah
Kristen yang bertobat total, sebab Allah total memberi keselamatan kepada kita
lewat kematian Yesus.
Selamat
pagi…
Selamat
melanjutkan Aktifitas..
Tetap
waspada dan jaga kesehatan…
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar